Ada falsafah orang Cina mengatakan bahwa tidak ada tembok yang tidak dapat ditembus dengan peluru :“emas”.Artinya tidak ada benteng yang kokoh yang tidak dapat ditembus dengan peluru : “emas”. Semuanya bisa luluh dengan peluru : “emas”. Sekuat apapun pertahanan akan hancur dengan tembakan peluru : “emas”.Itulah falsafah orang Cina yang dipraktekan diberbagai negara, termasuk di Indonesia. Tentu, yang dimaksud dengan peluru : ”emas” itu, tak lain, sogok dan suap.
Sekarang, praktek sogok dan suap sudah menjadi budaya, dan bahkan sudah menjadi aqidah, atau menjadi agama baru. Mungkin perlu sogok dan suap itu, dimasukkan ke dalam undang-undang, sebagai agama yang ketujuh. Karena, ajaran dan falsafah orang Cina tentang sogok dan suap itu, sudah mendarah-daging,sampai ke sungsum-sungsum, terutama dikalangan para pejabat dan pemimpin di negeri ini.
Urusan apapun semuanya harus melalui sogok dan suap. Tidak ada lagi urusan yang tidak terkait dengan sogok dan suap. Mulai dari urusan KTP sampai urusan proyek negara yang nilainya triliun, semuanya menggunakan methode sogok dan suap. Sampai urusan orang matipun harus dengan sogok, dan bahkan belakangan al-Qur’an pun dikaitkan dengan sogok dan suap.
Setiap urusan yang ada pasti akan berurusan dengan sogok dan suap. Istilah yang sekarang sudah menjadi lazim itu, disebutkan dengan : “succes fee”. Bahasa lain dengan kata :“uang pelicin”. Itu dipraktekan oleh para kalangan pimpinan partai sampai pejabat. Semua hanya bisa terjadi dengan sistem transaksional yang ujungnya duwit, dan tidak terlepas denga sogok dan suap.
Maka hanya dalam waktu relatif singkat, Republik ini sudah bisa dikuasai oleh golongan Cina. Terutama ekonominya. Bukan golongan Cina hebat, dan pandai berbisnis. Tetapi, mereka mempraktekan falsafah mereka, yaitu tidak ada tembok yang tidak ditembus dengan peluru : “emas”. Asset ekonomi negara lebih 70 persen berada di tangan orang-orang Cina. Mereka benar-benar mempraktekan falsafah yang sudah berlangsung lama di negeri leluhurnya, dan kemudian dipraktekan di Indonesia.
Ilmuwan Jepang dari Kyoto University, Konio Yoshihara, mengatakan di Asia, tidak ada kapitalis sejati. Tetapi, menurut Konio Yoshihara, yang ada, yaitu yang disebut :“Kapitalis Erzat”, atau “Kapitalis Benalu”. Para pengusaha, terutama pengusaha Cina, yang menukangi pejabat, dan mendapatkan lisensi (izin), modal, proteksi, dan bahkan diberikan monopoli, sehingga menjadi kapitalis. Mereka menjadi konglomerat, bukan karena kehebatan mereka dalam berdagang, tetapi lebih karena faktor mentalitas pejabat dan pemimpin Indonesia yang busuk.
Mereka tidak terlalu lama menukangi para pejabat dan pemimpin Indonesia, hanya kurang dari satu dekade, para pengusaha Cina sudah meraup asset bangsa Indonesia, hanya dengan bermodal falsafah tidak ada tembok yang tidak bisa ditembus dengan peluru : “emas”.
Semua pejabat dengan mudah bisa ditekuk oleh para pengusaha, dan dimasukkan ke dalam kerangkeng kepentingan mereka. Sampai para pejabat menjadikan para cukong “Cina” menjadi sesembahan mereka.
Coba tengok. Mulai dari LIem Sioe Liong, yang di awal kemerdekaan berkenalan dengan Jenderal Gatot Subroto, dan dilanjutkan dengan Jenderal Soeharto, sampai Soeharto, mengambil alih kekusaan di era Orde Baru. Peranan Liem Sioe Liong, memasok kebutuhan tentara waktu itu, dan semua pertemanan itu, berlanjut hingga rezim Orde Baru itu kokoh menguasai seluruh supra struktur negara.
Ketika Soeharto sudah kokoh menguasi kekuasaan, dan dengan dukungan birokrasi, militer, dan Golkar, kekuasaan benar-benar menjadi sebuah keniscayaan. Kemudian, Soeharto menjadi orang Cina yang dulu menjadi temannya, kemudian menjadi pilar ekonomi Orde Baru. Pembangunan selama Orde Baru, hanyalah memberikan kesempatan kepada kelompoknya Liem Sioe Liong, dan kroni-kroni Soeharto. Tidak ada yang lain. Bahkan di zaman Orde Baru, kalangan pengusaha Islam, di bonsai oleh Ali Moertopo, karena memang rezim Orde Baru, tidak menginginkan golongan Islam tumbuh ekonominya.
Liem diberi lisensi (izin), modal, proteksi, dan hak monopoli. Liem diberi izin mengelola import tepung, dan sampai mengolah menjadi produk mie, yang dikonsumsi puluhan juta rakyat Indonesia setiap hari. Sekarang PT Bogasari bukan hanya monopoli, tetapi sudah menjadi kartel. Karena aktitivitas PT Bogasari itu, sudah sangat raksasa, mulai dari hulu sampai hilir, dan itu ada di satu tangan. Semuanya itu, buah dari hubungan antara Liem dengan Soeharto, di tahun l950 an, dan berlanjut sampai Soeharto mengambil alih kekuasaan. Semua diawali dengan sogok dan suap.
Sekarang semua detil bisnis di Indonesia, tidak ada yang tidak berkaitan dengan orang-orang Cina. Mereka walaupun minoritas, tetapi hakekatnya mereka sudah berkuasa di Indonesia. Tidak ada pejabat di Indonesia yang tidak dapat ditekuk oleh para “taoke”. Semua pejabat dengan sangat mudah bisa ditekuk oleh para “taipan” (konglomerat) Cina. Merekalah hakekatnya yang berkuasa di negeri ini.
Mengapa sampai sekarang perjanjian ekstradisi tidak pernah terwujud antara Singapura dan Jakarta. Karena, Singapura menjadi surga bagi para maling, yang merampok uang di Indonesia, kemudian disimpan di Singapura, dan pemerintah tidak dapat bertindak. Berapa banyak uang bangsa Indonesia yang dilarikan para maling itu ke Singapura?
Pusat-pusat ekonomi di Indonesia sudah dikuasai oleh para “taipan” Cina, dan dengan cara menyogok, para pejabat atau pemimpin yang ada. Tidak sulit mengangkangi para pejabat Indonesia. Hanya dengan “fulus” mereka sudah “mampus“. Artinya, bisa diatur oleh para “taoke” Cina. Semuanya itu, hanyalah dengan methode sogok dan suap. Seluruh asset negara dan ekonomi mereka kuasai. Sampai ke kampung-kampung.
Bayangkan berapa banyak pasar-pasar tradisional yang bangkrut dan gulung tikar? Akibat adanya hypermart. Di kota Depok yang sangat kecil, di sepanjang Jalan Margonda, berapa hypermart? Bahkan di Depok kota yang kecil itu, terdapat dua Carrefour. Semua itu, hanya menghancurkan pedagang kecil. Belum lagi toko Alfa dan Indomart, yang sekarang menjamur di kampung-kampung. Semua izin akan keluar dengan mudah, hanya dengan uang “recehan” kepada para pejabat.
Lie Sioe Liong sudah mati, dan dilanjutkan para “taipan” lainnya, yang sama-sama menempel kepada kekuasaan. Dengan pura-pura mendukung partai politik. Tokoh Partai Demokrat Hartati Murdaya Po, yang menjadi pengusaha terkenal, yang menguasai Jakarta Fair, sekarang berurusan dengan KPK, yang dituduh melakukan suap.
Hartati pemilik PT Handaya Inti Plantation diduga melakukan suap dan sogok terhadap Bupati Buol, miliaran rupiah, yang sudah menjadi tersangka. Tidak mungkin secara logika seorang manajer yang menyogok, miliaran rupiah kepada Bupati Buol, tanpa sepengetahuan Hartati Murdaya? Semuanya akan menjadi jelas, bagaimana kedudukan Hartati Murdaya, yang menjadi isteri Po, yang menjadi pejabat Partai PDIP.
Tetapi, sekarang sogok suap, sudah meluas, semua kelompok, golongan, dan tidak hanya monopoli ras Cina, yang melakukan sogok dan suap. Orang-orang Cina mungkin berjasa telah menjadi guru sogok dan suap, yang sekarang sudah menjadi agama baru di Indonesia.
Tidak ada satupun manusia Indonesia yang tidak mengenal sogok dan suap. Semua sudah mengenal tentang sogok dan suap. Mereka semua mempraktekan sogok dan suap dalam kehidupan sehari-hari.
Di Jepang orang-orang Cina tidak dapat berkembang, dan mereka hanya hidup di sekitar pelabuhan Yokohama, dan berjualan di kedai. Orang-orang Jepang tidak suka sogok dan suap.
Berbeda dengan para pejabat dan pemimpin Indonesia yang hanya bisa hidup dengan makan sogok dan suap. Maka, bangsa ini sekarang menjadi budak yang hina oleh bangsa lain, termasuk bangsa Cina, dan asset ekonominya dikuasai oleh asing. Karena mereka dengan mudah dapat di sogok dan di suap. Wallahu a’lam
SUmber