Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana mengkorelasikan antara ilmu kedokteran yang berkembang saat ini ketika menjelaskan tentang jenis kelamin yang berada di dalam rahim seorang ibu (baik itu penyebutan laki-laki atau perempuan), dengan firman Allah :
“Dan Dia (Allah) lah yang mengetahui apa-apa yang berada di dalam rahim”.[Luqman : 34]
Selain itu bagaimana dengan penafsiran beberapa ulama seperti yang disebutkan di dalam tafsir Ibnu Jarir dari Mujahid, bahwasanya datang seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang dilahirkan oleh isterinya. Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut di atas –demikian halnya yang disebutkan dari riwayat Qatadah-, Lalu bagaimana kekhususan yang dikandung dalam keumuman firman Allah : “Apa-apa yang berada di dalam rahim”?
Jawaban
Sebelum kita membicarakan tentang masalah ini, terlebih dahulu saya ingin menjelaskan bahwa sangatlah tidak mungkin ada pertentangan antara ayat Al-Qur’an dengan berbagai fenomena yang ada pada saat ini. Dan seandainya jelas apa yang ada pada kejadian sekarang dengan kebalikannya yang berada didalam Al-Qur’an, maka dalam hal ini bisa jadi apa yang ada pada kejadian nyata adalah sekedar pengakuan semata bukan hakikat sebenarnya. Atau nash/teks Al-Qur’an tidak menjelaskan secara jelas (terperinci) terhadap apa yang ada pada kejadian yang terkesan bertolak belakang dengan Al-Qur’an. Karena bagaimanapun juga, apa yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan apa yang ada pada kenyataan adalah suatu hal yang pasti, tidaklah mungkin saling bertolak belakang antara dua kenyataan yang pasti.
Kemudian apabila telah jelas itu semua, dikatakan bahwa para ahli kedokteran saat ini mempergunakan media atau peralatan canggih dan modern untuk meneliti lebih dalam dan terperinci atas apa yang berada di dalam rahim seseorang. Sedangkan ilmu kedokteran yang menjelaskan tentang keberadaan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, apabila yang diprediksikan adalah ternyata salah tentunya tidak perlu diperbincangkan lagi. Akan tetapi, apabila yang dinyatakan adalah benar, maka sesungguhnya hal ini tidak menyelisihi ayat yang ada. Karena ayat tersebut menjelaskan tentang masalah ke-ghaiban yang berkaitan dengan ilmu Allah.
Ada lima hal yang berhubungan dengan yang ghaib, yang berkaitan dengan rahim dan janin, dan tidak ada yang mengetahui selain hanya Allah semata, yaitu : usia menetapnya janin di dalam rahim si ibu, kehidupan janin tersebut di dunia, amaliyah hidupnya, rezekinya, kebahagiaan atau kesengsaraan, dan jenis kelamin dari janin sebelum ia diciptakan. Dan tentunya setelah si janin diciptakan oleh Allah, keberadaan jenis kelamin yang dimiliki oleh janin itu adalah bukan merupakan bagian dari ilmu ghaib. Karena keberadaan janin setelah diciptakan maka ia menjadi sebuah ilmu/pengetahuan yang pasti dan dapat diketahui dengan panca indera. Walaupun keberadaan janin tersebut terlindungi dan tertutup oleh tiga kegelapan, dan apabila ditelusuri melalui ilmu pengetahuan akan jelas (kenyataan yang ada pada janin tersebut). Dan tidak beda jauh hasil yang didapatkan terhadap apa yang telah Allah ciptakan dengan penyingkapan alat deteksi yang kuat, sehingga dapat menerangi tiga kegelapan yang melindungi keberadaan janin sehingga akan tampak jelas jenis kelamin janin, apakah laki-laki ataukah perempuan. Serta tidak dijelaskan dengan pasti keberadaan ayat Al-Qur’an ataupun Sunnah dalam penyebutan pengetahuan jenis kelamin dari janin yang berada di dalam kandungan
Tentang periwayatan tafsir yang berasal dari Ibnu Jarir dari Mujahid bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang anak yang akan dilahirkan oleh isterinya. Lalu Allah menurunkan ayat tersebut di atas, yang jelas riwayat tersebut adalah lemah karena terputus sanadnya, hal ini terbukti karena Mujahid adalah seorang tabi’in yang meriwayatkan langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan tafsir Qatadah rahimahullah dimungkinkan maknanya adalah bahwasanya Allah semata yang memiliki pengetahuan akan janin sebelum diciptakan oleh-Nya. Namun apabila janin telah diciptakan oleh Allah, keberadaan janin tersebut bukan menjadi rahasia lagi bagi selain Allah. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan salah satu ayat di surat Luqman menyatakan : “Demikianlah tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa-apa yang berada didalam rahim dan apa yang akan dikehendaki di dalam rahim tersebut kecuali hanya Allah semata. Akan tetapi apabila Allah berkehendak untuk memerintahkan janin yang berada di dalam rahim untuk berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, ataukah di dalam kehidupannya kelak menjadi seorang yang celaka atau bahagia, para Malaikat-Nya yang diberikan amanah akan hal tersebut juga mengetahuinya, demikian pula di antara para hamba-Nya yang lain”.
Berkenan dengan pertanyaan yang berhubungan dengan keumuman Firman Allah Ta’ala :” Apa-apa yang berada di dalam rahim”, maka kami katakan : Apabila ayat tersebut mencakup permasalahan jenis kelamin, apakah laki-laki ataukah wanita setelah penciptaan janin tersebut, maka yang mengkhususkan hal tersebut adalah panca indera dan fakta. Dan banyak dijelaskan oleh para ulama ushul bahwasanya yang bisa menjadi pengkhusus keumuman makna pada Al-Kitab dan Al-Sunnah, adalah (dalil yang jelas), atau ijma, qiyas, atau panca indera dan akal. Dan pendapat ulama ushul ini sangatlah dikenal. Dan seandainya ayat tersebut tidak menyangkut keberadaan janin setelah diciptakan, akan tetapi menyangkut sebelum diciptakan janin itu, maka dalam hal ini tidak ada perselisihan apabila dikatakan tentang pengetahuan jenis kelamin janin laki-laki ataukah perempuan.
Segala puji bagi Allah, sampai saat ini tidak ditemukan sama sekali di dalam kehidupan nyata, dan tidak akan mungkin terjadi apa-apa yang menyelisihi Al-Qur’an. Setiap tuduhan yang dilontarkan oleh para musuh Islam kepada Al-Qur’an bahwasanya ada sekian banyak kejadian yang ada di dunia ini menyelisihi apa-apa yang dikatakan di dalam Al-Qur’an. Hal ini tidak terlepas dari dangkalnya pemikiran mereka dari memahami ayat-ayat Al-Qur’an, atau bisa jadi kedangkalan tersebut bermula dari kebusukan niat mereka terhadap Al-Qur’an. Akan tetapi bagi orang yang memiliki pengetahuan agama dan para ahli ilmu yang melakukan berbagai penelitian untuk mencapai hakikat, mereka dapat membungkam berbagai syubhat yang dilontarkan oleh para musuh Islam, segala puji bagi Allah semata.
Manusia dalam masalah ini terbagi menjadi dua golongan dan satu golongan pertengahan.
1). Kelompok pertama adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada tekstualisasi zhahir ayat Al-Qur’an Al-Karim yang belum jelas penunjukannya. Dan dia senantiasa mengingkari apa yang menyelisihinya dalam segala urusan, yang berkaitan dengan kenyataan yang pasti. Hal inipun menyeretnya untuk membongkar kebodohannya sendiri atau bahkan menjadi tikaman bagi Al-Qur’an Al-Karim yang mungkin dalam pandangan orang ini keberadaan ayat menyelisihi kenyataan yang ada sekarang.
2). Kelompok yang kedua, menolak apa-apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan lebih condong untuk mengambil apa yang ada di alam kehidupan nyata, dan tentunya orang yang seperti ini memiliki kecenderungan ke arah atheis.
3). Sedangkan kelompok pertengahan, mereka lebih cenderung mengambil apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan membenarkan kejadian yang ada dalam kehidupan dunia ini. Mereka mengetahui bahwa apa yang berada di keduanya adalah sebuah kenyataan yang haq. Dan tidak mungkin bertentangan dua hal yaitu nash Al-Qur’an dengan fakta. Mereka mengumpulkan antara dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits) dan aqli (akal). Dengan cara ini, mereka telah menyelamatkan agama dan cara berfikir mereka. Dan Allah memberikan hidayah-Nya bagi orang yang beriman ketika terjadi perselisihan di dalam masalah kebenaran. Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Memberi hidayah bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.
Semoga kita senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah bersama saudara kita yang beriman dalam hal ini, dan menjadikan kita sebagai orang yang mendapatkan dan memberi petunjuk, serta pemimpin yang memberikan perbaikan. Dan tidaklah ada petunjuk kecuali berasal dari Allah dan kepada-Nya aku bertawakkal dan bertaubat.
[Dinukil dan diterjemahkan oleh Abdul Aziz dan Fatawa Arkanil Islam oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin No. 15. hal 40-43]
[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyah Vol. 5 No. 3 Edisi 27 – Shafar 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar