Peningkatan mutu guru yang dijanjikan pemerintah untuk mulai diperbaiki dan ditingkatkan dengan memanfaatkan hasil pemetaan dari uji kompetensi guru, direduksi hanya sebatas pelatihan guru untuk menerapkan Kurikulum 2013. Para guru justru tidak dipacu untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi karena semua materi disiapkan melalui buku pegangan guru yang dibuat satu jenis untuk seluruh Indonesia.
Keprihatinan terhadap pengembangan mutu guru Indonesia tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Serikat Guru Tangerang (SGT), Serikat Guru Indonesia Medan (SeGI Medan), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) di Jakarta, Kamis (11/4/2013).
Para guru mendesak pemerintah jangan sibuk mengutak-atik kurikulum, namun lebih fokus untuk membenahi mutu guru, kepala sekolah, pengawas, dan birokrat pendidikan yang memang rendah.
Dampak pelaksanaan Kurikulum 2013 yang tergesa-gesa tanpa dipersiapkan dengan matang dan disosialisaiskan secara massal, akan mengakibatkan peserta didik menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang tidak memahami esensi bahwa pendidikan bertujuan untuk mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan.
Pendidikan bukan semata-mata hanya membuat anak didik bertakwa, tetapi pendidikan esensinya mampu mewujudkan manusia beradab, cerdas, rasional dan dewasa.
Ketua FGMJ Heru Purnomo mengatakan dampak pemerintah membuatkan silabus dan buku bagi guru akan menghasilkan para guru yang tidak kreatif, yang berhenti berpikir, dan malas beriovasi. Ini akan berdampak buruk pada anak didik dan kualitas pendidikan.
"Kalau guru dianggap pemerintah tidak mampu membuat silabus dan perangkat mengajar lainnya bukan dibuatkan, tetapi dilatih membuat," kata Heru.
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan Kemendikbud menjanjikan pendidikan dan pelatihan guru berkelanjutan dengan memakai hasil uji kompetensi guru (UKG). Berdasar hasil UKG, bukan hanya guru yang mutunya rendah, namun juga kepala sekolah dan pengawas.
"Akan tetapi, pendidikan dan pelatihan guru berkelanjutan yang dijanjikan mulai 2013 ini diganti jadi pelatihan guru untuk melaksanakan kuirkulum. Itu pun waktunya singkat. Bagaimana mungkin kita mengharapkan hasil yang baik? Tetap saja ganti kurikulum, cara mengajar dan mindset guru tak juga berubah," kata Retno.
Alokasi dana senilai Rp 2,49 triliun untuk perubahan Kurikulum 2013 dinilai lebih tepat untuk memperbanyak pusat pelatihan guru, peningkatan mutu lembaga pendidik tenaga kependidikan, dan kegiatan lain yang terkait peningkatan mutu pendidik. Sebab, persoalan mendasar soal guru sampai saat ini tidak juga diperbaiki secara tepat, tidak cukup dengan sertifikasi guru.
Menurut Retno, para guru mempelajari dan mendiskusikan materi-materi dalam Kurikulum 2013 yang aneh dan mereduksi akal sehat ke dalam ketaatan yang buta. Oleh karena itu, kami memandang perlunya direvisi ulang materi-materi dalam Kurikulum 2013 yang bertolak belakang satu sama lain dengan logika akal sehat.
"Materi-materi yang sangat abstrak dan mengarah pada kurikulum teokrasi, materi-materi tersebut membingungkan dalam praktek pembelajaran dan dalam penilaian karena kompetensi yang tidak jelas," kata Retno.
Syawal Gultom, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Peningkatan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan pelatihan guru tidak semata untuk mampu melaksanakan Kurikulum 2013, sebab yang utama peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, guru siap memperbaiki pembelajaran apapun kurikulumnya.
Terkait pelatihan guru untuk implementasi Kurikulum 2013, menurut Syawal, pelatihan yang dijalani guru berbeda dnegan pelatiahn selama ini. Para guru akan banyak dilatih untuk menerapakan metode pembelajaran yang baik hingga tahap simulasi sehingga siap langsung menerapkan di kelas, sambil didampingi guru inti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar