Praktisi dan pemerhati pendidikan Islam, KH Mohammad Hidayat mengaku prihatin dengan rendahnya kemampuan umat Islam Indonesia dalam baca tulis al-Qur`an. Hal ini dikatakannya belum lama ini, seusai acara pembukaan Program Tahfizh al-Qur`an Yayasan Majelis Taklim Al-Washiyyah, di Jakarta, Senin (1/8/).
“Bisa dibilang kemampuan masyarakat Indonesia dalam membaca al-Qur’an masih tergolong rendah,” kata Kiai Hidayat.
Ia mencontohkan yang terjadi di Jakarta. Dari sebuah riset salah satu lembaga Islam, kata Kiai Hidayat, disebutkan bahwa dari jumlah penduduk Jakarta yang 80 persen adalah Muslim, hanya 70 persen yang bisa baca huruf hijaiyah.
“Angka 70 persen itu mereka yang hanya bisa membaca alif, ba, ta, tsa secara terputus. Sementara yang bisa membaca huruf al-Qur`an secara tersambung masih sedikit. Bahkan yang membaca sesuai tajwid hanya beberapa persen saja,” jelas lelaki yang juga menjabat Ketua Dewan Pendiri dan Pembina Yayasan Majelis Taklim Al Washiyyah itu.
Rendahnya angka tersebut, jelas Kiai Hidayat, tak bisa lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Pendidikan Indonesia tidak peduli dengan mata pelajaran agama Islam.
“Sejak usia dini, anak-anak sudah diajari huruf alfabet. Sementara huruf al-Qur’an tidak masuk dalam mata pelajar yang diajarkan. Kalau pun ada mata pelajaran agama Islam dalam sepekan tidak lebih dari dua jam.”
Untuk itu, ia berharap agar pemerintah mengeluarkan kebijakan revolusioner untuk memenuhi kebutuhan pelajar Islam dalam hal mata pelajaran agama Islam. Misalnya selama Ramadhan, sekolah tetap masuk, tetapi diisi hanya dengan mata pelajaran agama Islam.
Tahfiz Al-Qur`an
Sementara terkait tahfiz al-Qur`an Yayasan Majelis Taklim Al Washiyyah, Kiai Hidayat mengatakan program ini merupakan upaya untuk menjaga keaslian al-Qur`an.
“Sekarang ini banyak kelompok yang mengacak-acak isi al-Qur`an. Diharapkan dari program ini lahir santri-santri yang menjaga orisinalitas al-Qur`an. Program ini tak hanya sekadar menghafal, tetap diajarkan pula atlas al-Qur`an, sebab-sebab turunnya ayat,” katanya.
Program tahfiz itu dibuka oleh Camat Jatinegara, Jakarta Timur, Muchtar. Dalam sambutannya Muchtar memberikan apresiasi positif dari program tersebut.
“Diawal Ramadhan ini, pembukaan program tahfiz merupakan awal yang baik,” jelas Muchtar.*
sumber:hidayatullah
Ia mencontohkan yang terjadi di Jakarta. Dari sebuah riset salah satu lembaga Islam, kata Kiai Hidayat, disebutkan bahwa dari jumlah penduduk Jakarta yang 80 persen adalah Muslim, hanya 70 persen yang bisa baca huruf hijaiyah.
“Angka 70 persen itu mereka yang hanya bisa membaca alif, ba, ta, tsa secara terputus. Sementara yang bisa membaca huruf al-Qur`an secara tersambung masih sedikit. Bahkan yang membaca sesuai tajwid hanya beberapa persen saja,” jelas lelaki yang juga menjabat Ketua Dewan Pendiri dan Pembina Yayasan Majelis Taklim Al Washiyyah itu.
Rendahnya angka tersebut, jelas Kiai Hidayat, tak bisa lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Pendidikan Indonesia tidak peduli dengan mata pelajaran agama Islam.
“Sejak usia dini, anak-anak sudah diajari huruf alfabet. Sementara huruf al-Qur’an tidak masuk dalam mata pelajar yang diajarkan. Kalau pun ada mata pelajaran agama Islam dalam sepekan tidak lebih dari dua jam.”
Untuk itu, ia berharap agar pemerintah mengeluarkan kebijakan revolusioner untuk memenuhi kebutuhan pelajar Islam dalam hal mata pelajaran agama Islam. Misalnya selama Ramadhan, sekolah tetap masuk, tetapi diisi hanya dengan mata pelajaran agama Islam.
Tahfiz Al-Qur`an
Sementara terkait tahfiz al-Qur`an Yayasan Majelis Taklim Al Washiyyah, Kiai Hidayat mengatakan program ini merupakan upaya untuk menjaga keaslian al-Qur`an.
“Sekarang ini banyak kelompok yang mengacak-acak isi al-Qur`an. Diharapkan dari program ini lahir santri-santri yang menjaga orisinalitas al-Qur`an. Program ini tak hanya sekadar menghafal, tetap diajarkan pula atlas al-Qur`an, sebab-sebab turunnya ayat,” katanya.
Program tahfiz itu dibuka oleh Camat Jatinegara, Jakarta Timur, Muchtar. Dalam sambutannya Muchtar memberikan apresiasi positif dari program tersebut.
“Diawal Ramadhan ini, pembukaan program tahfiz merupakan awal yang baik,” jelas Muchtar.*
sumber:hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar