Senang sekali pagi tadi (Sabtu, 15/1) dapat berjumpa dengan Bunda Elly Risman dalam seminar “Sex & Financial Planning” di Universitas Paramadina. Meski telat, begitu masuk ruangan, saya sudah disuguhi dengan data dan fakta bahwa anak-anak usia SD di negeri kita tercinta ini sudah banyak yang melakukan seks bebas.
Bayangkan, usia SD! Saya hanya bisa mengelus dada melihat tampilan di layar proyektor yang menyajikan berbagai headline dari surat kabar mengenai kasus seks bebas yang menimpa anak-anak SD itu. Mereka tidak hanya menjadi korban, tapi banyak yang menjadi pelaku. Ada anak yang memperkosa teman sekelasnya, dsb.
Mungkin Anda tidak percaya, tapi survey yang dilakukan oleh Bunda Elly selama tahun 2008—2010 kepada anak-anak usia SD (kelas 4,5, dan 6) menyimpulkan bahwa mereka sudah kenal seks, dari yang ‘kelas ringan’ hingga ‘kelas berat’. Dalam survey itu, anak-anak juga diminta untuk menuliskan pertanyaan yang terkait dengan seks.
Rupanya, banyak istilah seks yang mereka tanyakan, yang aneh-aneh, yang saya sendiri juga tak sanggup menuliskannya di sini. Astaghfirullah! Ayah, Bunda, ke mana saja engkau selama ini…
Bunda Elly kemudian menjelaskan dengan rinci dari mana saja sumber pornografi itu dapat diakses oleh anak-anak. Tentu saja, media sangat berperan. HP, internet, games, televisi, koran, majalah, vcd, semua dapat diakses dengan mudah, kapan saja, di mana saja. Ayah, Bunda yang memberikan hape untuk putra/inya agaknya harus berpikir seribu kali mengenai dampaknya. Banyak video asusila dan adegan-adegan tak pantas dapat dengan mudah berpindah dari satu hape ke hape lainnya.
Belum lagi fasilitas internet yang hanya dengan sekali klik, ribuan situs porno dapat terakses. Sebagai catatan, ratusan situs porno bermunculan setiap minggunya. Bayangkan, ketika anak kita diberikan tugas Biologi mengenai nyamuk dan lalat, misalnya, mereka dapat dengan tidak sengaja mengakses situs porno karena situs ‘nyamuk**.com’ dan ‘lalat**.com’ salah satu situs porno. Ada beberapa situs porno yang paling banyak diakses oleh anak-anak, di antaranya: ***tube.com dan naruto***.com.
Selain internet, games juga jadi media porno yang efektif untuk anak-anak, lihat saja games GTA San Andreas dan Sims I & II yang banyak dimainkan oleh anak-anak tanpa pengawasan kita, bahkan kita sendiri pun belum tentu tahu games itu.
Baru-baru ini juga ada sebuah games yang diluncurkan, yaitu Rape Lay, yang banyak dikecam di dunia internasional karena menampilkan gambar-gambar seronok dengan vulgar dan jalan ceritanya pun memang dikondisikan seperti itu. Lihat saja dari judulnya, Rape Lay = Rape Play.
Naudzubillahi min dzalik kalau sampai anak-anak kita mengakses games itu. Ayah, Bunda, menjadi catatan juga untuk orang tua yang memperkenankan anak-anaknya untuk bermain di warnet dan games center. Untuk menarik fulus dari anak-anak, bahkan ada warnet yang menawarkan paket ‘Durhaka’, yakni dari Jumat malam hingga hari Minggu, anak-anak bisa main games sepuasnya ditambah disediakan makanan dan minuman pula hanya dengan membayar Rp50 ribu! MasyaAllah, jangan sampai kita jadi orang tua yang membiarkan anak-anak seperti itu.
Belum lagi dari televisi. Beberapa film kartun yang ditonton anak-anak juga merupakan sarana penyebaran pornografi, misalnya: Sinchan, Naruto, bahkan Popeye. Sinetron remaja juga setali tiga uang, bahkan tak segan menampilkan adegan ciuman oleh pelajar SMP! Ayah, Bunda, tak heran ya, jika begitu marak kasus seks bebas dan pornografi melanda anak-anak kita. Jangan kaget juga kalau belasan siswi di salah satu SMP negeri di Jakarta juga ketauan berprofesi sebagai PSK.
Dahsyatnya serbuan pornografi kepada anak-anak kita ternyata tak disadari oleh sebagian besar orang tua (dan mungkin kita termasuk di dalamnya). Ayah dan Bunda terjebak dalam pola lama, yaitu Ayah mencari nafkah, Bunda mengasuh anak. Ortu mengekspor tanggung jawab dengan menyekolahkan anak ke SDIT atau sekolah Islam lain. Saking sibuknya ortu, waktu akhir pekan pun malah diisi dengan ‘menceramahi’ anak ini-itu yang membuat jarak ortu dengan anak semakin jauh.
Ayah, Bunda, sadarkah kita dengan pola asuh yang kita terapkan selama ini? Anak-anak ‘berteriak’ minta diberikan pendidikan seks sejak dini, tapi kita masih tabu dan saru membicarakannya. Akankah kita berdiam diri saja, membeo, atau mengulang sejarah yang kelam?! Tidak.
Kini saatnya, Ayah dan Bunda mengubah pikiran, bahwa mengasuh anak yang merupakan anugerah Tuhan yang paling berharga adalah tanggung jawab dunia akhirat. Kelak, kita akan ditanyai pada hari kiamat, bagaimana kita mendidik anak-anak kita. Bagaimana cita-cita kita ingin menjadikan anak soleh-soleha, berguna bagi nusa dan bangsa, jika Ayah dan Bunda terus saja menuntut prestasi akademis tapi membiarkan jiwa sang anak labil tanpa pegangan agama?!
Sebagai solusi, Bunda Elly memberikan kiat dasar mengajarkan seksualitas sejak dini. (Ingat, seks dan seksualitas itu berbeda). Pertama, jangan borongan: mulai dari sedini mungkin, misal: anak usia 3-5 tahun diberikan pengetahuan tentang laki-laki dan perempuan. Kedua, hadirkan Allah selalu dalam berkomunikasi dan memberikan pengetahuan kepada anak. Ketiga, jangan pernah ekspor tanggung jawab sebagai ortu kepada sekolah. Keempat, perhatikan konsep diri anak, jangan sampai anak minder dan mempunyai konsep diri yang buruk karena omongan ortunya yang merendahkan. Kelima, biasakan anak untuk berpikir kritis. Keenam, jadilah model dan teladan yang baik untuk anak-anak, jangan sampai anak malah meniru para artis sebagai panutannya. Ketujuh, terlibat penuh dalam perkembangan anak, selalu tanya pendapatnya mengenai suatu hal.
Sebagai catatan, ortu juga mesti menuntaskan pengetahuan tentang Thaharah (bersuci) sebelum si anak berumur 10 tahun. Pada masa sekarang, karena gizi yang semakin baik, anak-anak ada yang mencapai baligh pada usia 9 tahun (perempuan) atau 10-11 tahun (laki-laki).
Maka, ortu harus memberikan pemahaman mengenai apa itu haid/menstruasi atau mimpi basah kepada anak dan apa konsekuensinya. Dalam Islam, kita diajarkan untuk bersuci atau mandi wajib setelah terjadi hal tersebut agar dapat melaksanakan ibadah seperti biasa. Ajarkan pula kepada anak mengenai hal itu.
Yang paling penting, ortu harus kompak memantau perkembangan anak dan jalin komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak tidak mencari pelarian lain. Buat tabel kurikulum pendidikan seks untuk tiap anak yang berisi kegiatan yang akan dilakukan, siapa mentornya, dan kapan dilaksanakan.
Misalnya, penjelasan mengenai dampak positif dan negatif internet, PS, HP, TV kepada anak-anak. Dalam menghadapi pertanyaan yang aneh-aneh dari anak, biasakan untuk tetap tenang, dan cek dahulu pemahaman anak, baru menjawab pertanyaan dengan sederhana dan sesuaikan dengan usia serta perkembangan anak.
Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan untuk Ayah, Bunda, dan teman-teman semua. Ayah, Bunda yang sudah menjadi orang tua, mulai saat ini, ubahlah pola asuh anak dan tanamkan agama sejak dini. Buat yang sudah menikah, saatnya untuk menimba ilmu tentang pola pengasuhan anak yang baik dan rencanakan bagaimana cara yang efektif mendidik anak.
Bagi teman-teman yang belum menikah, terus perbaiki diri dan mencari pasangan hidup yang baik agamanya karena sangat menentukan bagaimana generasi yang akan kita lahirkan kelak. Semoga bermanfaat.
Indah P. Rukmi (calon Bunda yang sedang belajar menjadi orang tua)
Sumber:eramuslim.com
Mungkin Anda tidak percaya, tapi survey yang dilakukan oleh Bunda Elly selama tahun 2008—2010 kepada anak-anak usia SD (kelas 4,5, dan 6) menyimpulkan bahwa mereka sudah kenal seks, dari yang ‘kelas ringan’ hingga ‘kelas berat’. Dalam survey itu, anak-anak juga diminta untuk menuliskan pertanyaan yang terkait dengan seks.
Rupanya, banyak istilah seks yang mereka tanyakan, yang aneh-aneh, yang saya sendiri juga tak sanggup menuliskannya di sini. Astaghfirullah! Ayah, Bunda, ke mana saja engkau selama ini…
Bunda Elly kemudian menjelaskan dengan rinci dari mana saja sumber pornografi itu dapat diakses oleh anak-anak. Tentu saja, media sangat berperan. HP, internet, games, televisi, koran, majalah, vcd, semua dapat diakses dengan mudah, kapan saja, di mana saja. Ayah, Bunda yang memberikan hape untuk putra/inya agaknya harus berpikir seribu kali mengenai dampaknya. Banyak video asusila dan adegan-adegan tak pantas dapat dengan mudah berpindah dari satu hape ke hape lainnya.
Belum lagi fasilitas internet yang hanya dengan sekali klik, ribuan situs porno dapat terakses. Sebagai catatan, ratusan situs porno bermunculan setiap minggunya. Bayangkan, ketika anak kita diberikan tugas Biologi mengenai nyamuk dan lalat, misalnya, mereka dapat dengan tidak sengaja mengakses situs porno karena situs ‘nyamuk**.com’ dan ‘lalat**.com’ salah satu situs porno. Ada beberapa situs porno yang paling banyak diakses oleh anak-anak, di antaranya: ***tube.com dan naruto***.com.
Selain internet, games juga jadi media porno yang efektif untuk anak-anak, lihat saja games GTA San Andreas dan Sims I & II yang banyak dimainkan oleh anak-anak tanpa pengawasan kita, bahkan kita sendiri pun belum tentu tahu games itu.
Baru-baru ini juga ada sebuah games yang diluncurkan, yaitu Rape Lay, yang banyak dikecam di dunia internasional karena menampilkan gambar-gambar seronok dengan vulgar dan jalan ceritanya pun memang dikondisikan seperti itu. Lihat saja dari judulnya, Rape Lay = Rape Play.
Naudzubillahi min dzalik kalau sampai anak-anak kita mengakses games itu. Ayah, Bunda, menjadi catatan juga untuk orang tua yang memperkenankan anak-anaknya untuk bermain di warnet dan games center. Untuk menarik fulus dari anak-anak, bahkan ada warnet yang menawarkan paket ‘Durhaka’, yakni dari Jumat malam hingga hari Minggu, anak-anak bisa main games sepuasnya ditambah disediakan makanan dan minuman pula hanya dengan membayar Rp50 ribu! MasyaAllah, jangan sampai kita jadi orang tua yang membiarkan anak-anak seperti itu.
Belum lagi dari televisi. Beberapa film kartun yang ditonton anak-anak juga merupakan sarana penyebaran pornografi, misalnya: Sinchan, Naruto, bahkan Popeye. Sinetron remaja juga setali tiga uang, bahkan tak segan menampilkan adegan ciuman oleh pelajar SMP! Ayah, Bunda, tak heran ya, jika begitu marak kasus seks bebas dan pornografi melanda anak-anak kita. Jangan kaget juga kalau belasan siswi di salah satu SMP negeri di Jakarta juga ketauan berprofesi sebagai PSK.
Dahsyatnya serbuan pornografi kepada anak-anak kita ternyata tak disadari oleh sebagian besar orang tua (dan mungkin kita termasuk di dalamnya). Ayah dan Bunda terjebak dalam pola lama, yaitu Ayah mencari nafkah, Bunda mengasuh anak. Ortu mengekspor tanggung jawab dengan menyekolahkan anak ke SDIT atau sekolah Islam lain. Saking sibuknya ortu, waktu akhir pekan pun malah diisi dengan ‘menceramahi’ anak ini-itu yang membuat jarak ortu dengan anak semakin jauh.
Ayah, Bunda, sadarkah kita dengan pola asuh yang kita terapkan selama ini? Anak-anak ‘berteriak’ minta diberikan pendidikan seks sejak dini, tapi kita masih tabu dan saru membicarakannya. Akankah kita berdiam diri saja, membeo, atau mengulang sejarah yang kelam?! Tidak.
Kini saatnya, Ayah dan Bunda mengubah pikiran, bahwa mengasuh anak yang merupakan anugerah Tuhan yang paling berharga adalah tanggung jawab dunia akhirat. Kelak, kita akan ditanyai pada hari kiamat, bagaimana kita mendidik anak-anak kita. Bagaimana cita-cita kita ingin menjadikan anak soleh-soleha, berguna bagi nusa dan bangsa, jika Ayah dan Bunda terus saja menuntut prestasi akademis tapi membiarkan jiwa sang anak labil tanpa pegangan agama?!
Sebagai solusi, Bunda Elly memberikan kiat dasar mengajarkan seksualitas sejak dini. (Ingat, seks dan seksualitas itu berbeda). Pertama, jangan borongan: mulai dari sedini mungkin, misal: anak usia 3-5 tahun diberikan pengetahuan tentang laki-laki dan perempuan. Kedua, hadirkan Allah selalu dalam berkomunikasi dan memberikan pengetahuan kepada anak. Ketiga, jangan pernah ekspor tanggung jawab sebagai ortu kepada sekolah. Keempat, perhatikan konsep diri anak, jangan sampai anak minder dan mempunyai konsep diri yang buruk karena omongan ortunya yang merendahkan. Kelima, biasakan anak untuk berpikir kritis. Keenam, jadilah model dan teladan yang baik untuk anak-anak, jangan sampai anak malah meniru para artis sebagai panutannya. Ketujuh, terlibat penuh dalam perkembangan anak, selalu tanya pendapatnya mengenai suatu hal.
Sebagai catatan, ortu juga mesti menuntaskan pengetahuan tentang Thaharah (bersuci) sebelum si anak berumur 10 tahun. Pada masa sekarang, karena gizi yang semakin baik, anak-anak ada yang mencapai baligh pada usia 9 tahun (perempuan) atau 10-11 tahun (laki-laki).
Maka, ortu harus memberikan pemahaman mengenai apa itu haid/menstruasi atau mimpi basah kepada anak dan apa konsekuensinya. Dalam Islam, kita diajarkan untuk bersuci atau mandi wajib setelah terjadi hal tersebut agar dapat melaksanakan ibadah seperti biasa. Ajarkan pula kepada anak mengenai hal itu.
Yang paling penting, ortu harus kompak memantau perkembangan anak dan jalin komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak tidak mencari pelarian lain. Buat tabel kurikulum pendidikan seks untuk tiap anak yang berisi kegiatan yang akan dilakukan, siapa mentornya, dan kapan dilaksanakan.
Misalnya, penjelasan mengenai dampak positif dan negatif internet, PS, HP, TV kepada anak-anak. Dalam menghadapi pertanyaan yang aneh-aneh dari anak, biasakan untuk tetap tenang, dan cek dahulu pemahaman anak, baru menjawab pertanyaan dengan sederhana dan sesuaikan dengan usia serta perkembangan anak.
Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan untuk Ayah, Bunda, dan teman-teman semua. Ayah, Bunda yang sudah menjadi orang tua, mulai saat ini, ubahlah pola asuh anak dan tanamkan agama sejak dini. Buat yang sudah menikah, saatnya untuk menimba ilmu tentang pola pengasuhan anak yang baik dan rencanakan bagaimana cara yang efektif mendidik anak.
Bagi teman-teman yang belum menikah, terus perbaiki diri dan mencari pasangan hidup yang baik agamanya karena sangat menentukan bagaimana generasi yang akan kita lahirkan kelak. Semoga bermanfaat.
Indah P. Rukmi (calon Bunda yang sedang belajar menjadi orang tua)
Sumber:eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar